News Update :

Sunday, June 16, 2013

Sejarah Negeri Ginseng Korea Dari Masa Ke Masa


Gojoseon (2333 SM)

Manusia mulai menghuni Semenanjung Korea dan daerah sekitarnya sekitar  700.000 tahun yang lalu. Zaman Neolitik dimulai kira-kira 8.000 tahun lampau. 

Sisa-sisa peninggalan dari zaman ini bisa ditemukan di seluruh Semenanjung Korea, terutama di daerah pantai dan daerah dekat sungai-sungai besar.


Zaman Perunggu dimulai kira-kira tahun 1.500 sampai dengan tahun 2.000 SM di  wilayah yang kini adalah Mongolia dan di Semenanjung Korea itu sendiri.  Seiring dengan dimulainya peradaban ini, sejumlah besar sukubangsa muncul di wilayah Lioaning di Manchuria dan di bagian barat laut Korea. Suku-suku ini dipimpin oleh para pemimpin yang kemudian disatukan oleh Dangun, pemimpin legendaris bangsa Korea, menjadi Gojoseon (2333 SM).


 



Tanggal didirikannya negara baru ini adalah saksi dari panjangnya sejarah Korea.  Warisan ini adalah juga sumber kebanggaan yang memberikan kekuatan pada bangsa Korea untuk tetap gigih berjuang pada masa-masa sulit.

Baju zirah yang dipakai oleh para prajurit Gaya dibuat dari pelatpelat baja panjang
berbentuk persegi panjang, yang dihubungkan oleh paku-paku.

 

Tiga Kerajaan dan Gaya


Negara kota-negara kota pada akhirnya bersatu menjadi  perserikatan-perserikatan suku dengan struktur politik yang rumit, yang akhirnya berkembang menjadi kerajaan-kerajaan.

Di antara perserikatan-perserikatan suku yang bemacam-macam, Goguryeo (37 SM - 668), yang terletak di sepanjang bagian tengah dari Sungai Amnokgang (Sungai Yalu), merupakan yang pertama yang berkembang menjadi kerajaan.

Pasukan Goguryeo yang agresif menaklukkan suku-suku tetangga mereka satu demi satu, dan pada tahun 313 mereka menduduki pos-pos pertahanan Cina di Lolang.

Baekje (18 SM –660), yang awalnya adalah negara-kota yang terletak di sebelah selatan Sungai Hangang di daerah sekitar Seoul sekarang ini, adalah kerajaan konfederasi lain yang mirip dengan Goguryeo. Selama masa bertahtanya Raja Geunchogo (r.346 -375), Baekje berkembang menjadi negara kerajaan yang terpusat.

Silla (57 SM –935) terletak di ujung tenggara Semenanjung Korea and awalnya adalah kerajaan yang paling lemah dan paling terbelakang di antara ketiga kerajaan ini. Namun, karena secara geografis terlepas dari pengaruh Cina, Silla menjadi lebih
terbuka terhadap kebiasaan kebiasaan serta ide-ide yang bukan berasal dari Cina.

Masyarakatnya dibangun berlandaskan tatanan Budha yang sudah maju, yang menonjol  karena berorientasi pada perbedaan kelas, serta memiliki kesatuan militer yang khas, yang disebut Hwarang, karena terdiri dari prajurit - prajurit muda dari kelas bangsawan.

Gaya (42-562) bermula sebagai semacam konfederasi, yang dibentuk dari suku-suku dari Sungai Nakdonggang yang menggabungkan diri.


Dinasti Goryeo (Abad 11)


 
Dinasti Goryeo (918 - 1392) didirikan oleh Wang Geon, seorang jenderal yang mengabdi pada Gungye, pangeran pemberontak dari Kerajaan Silla. Ia memilih kota kelahirannya sendiri Songak (kini Gaeseong di Korea Utara) sebagai ibukota kerajaan, dan ia memproklamirkan tujuan memperoleh kembali wilayah Kerajaan Goguryeo di timur laut Cina.

Wang Geon menamakan dinastinya Goryeo, yang darinya nama modern Korea berasal. Meskipun Dinasti Goryeo tidak berhasil mendapatkan kembali wilayah yang hilang, mereka berhasil membentuk suatu kebudayaan maju yang diwujudkan dalam bentuk cheongja atau seladon berwarna biru-hijau dan tradisi Budha yang amat berkembang.


Tidak kalah pentingnya adalah ditemukannya huruf cetak yang pertama di dunia pada tahun 1234, lebih awal dua abad dari ditemukannya Kitab Suci Gutenberg di Jerman. 
Sekitar periode itu juga, para pengrajin kayu Korea telah menyelesaikan satu pekerjaan besar yakni memahat seluruh kanon ajaran agama Budha pada balokbalok kayu besar.

Balok-balok kayu ini, yang berjumlah lebih dari 80.000 buah, dibuat dengan maksud untuk memohon bantuan Sang Budha demi memukul mundur para penyerang dari Mongol.


Dinamakan Tripitaka Koreana, balok-balok kayu ini kini disimpan di Kuil Haeinsa yang bersejarah.


Geumsok hwalja (hurufhuruf cetak dari besi yang bisa dibawa berpindahpindah) dari masa


Dinasti Joseon (Abad 15)


Pada tahun 1392, Jenderal Yi Seong-gye mendirikan dinasti baru yang disebut Joseon. Para penguasa awal Dinasti Joseon mendukung ajaran Konfusianisme sebagai filsafat penuntun kerajaan, dengan tujuan melawan pengaruh Budha yang dominan selama masa pemerintahan Dinasti Goryeo.


Para penguasa Joseon memerintah dinasti mereka dengan sistem politik yang sangat seimbang. Sistem pengujian pamong praja merupakan alat utama dalam proses rekrutmen pegawai pemerintah. Ujian ini berfungsi sebagai tulang-punggung mobilitas sosial dan aktivitas intelektual periode ini. Masyarakat yang berorientasi pada Konfusianisme ini sangat menjunjung tinggi proses pembelajaran akademik, namun mereka meremehkan perdagangan dan industri manufaktur.

Selama bertahtanya Raja Sejong yang Agung (1418-1450), yang merupakan raja keempat dari Dinasti Joseon, bangsa Korea menikmati masa berkembangnya kebudayaan dan kesenian yang  belum pernah terjadi sebelumnya. Di bawah bimbingan Raja Sejong, kaum cendekia pada akademi kerajaan menciptakan alfabet Korea yang bernama Hangeul. Huruf ini kemudian dinamakan Hunminjeongeum, atau “sistem fonetik yang tepat untuk mendidik masyarakat.”

 
     Gyeongguk Daejeon

Raja Sejong juga memiliki minat yang luas pada ilmu astronomi. Jam matahari, bola-bola angkasa, serta peta-peta astronomi diciptakan atas dasar permintaannya. Selanjutnya, Raja Sejo (r.1455-1468) menyusun kerangka institusional  bagi pemerintah dengan menerbitkan sebuah ikhtisar peraturan perundang-undangan,  yang disebut Gyeongguk Daejeon.

Pada tahun 1592, Jepang menyerbu Semenanjung Korea untuk melancarkan jalan menuju Cina. Di laut, Laksamana Yi Sun-sin (1545-1598), salah satu dari sejumlah tokoh yang paling
dihormati di Korea, memimpin serangkaian manuver-manuver ulung melawan pasukan Jepang, dengan mengirimkan geobukseon (kapal-kapal penyu), yang dipercaya sebagai  kapal perang pertama di dunia yang dilapisi besi.

Sejak awal abad tujuh belas, sebuah gerakan yang menganjurkan Silhak, atau  pembelajaran mengenai hal-hal praktis, memperoleh momentum yang cukup banyak di antara cendekiawan-pejabat yang berpikiran liberal sebagai alat untuk membangun suatu bangsa yang modern.

Mereka sangat menganjurkan dilaksanakannya perbaikan-perbaikan dalam bidang pertanian dan industri, sejalan dengan dilakukannya reformasi-reformasi menyeluruh dalam hal pembagian tanah. Namun bagaimanapun juga, para bangsawan dari pemerintahan yang konservatif belum siap untuk melakukan perubahan yang sedrastis itu.

Pada paruh kedua masa pemerintahan Dinasti Joseon, administrasi pemerintahan dan kaum kelas atas ditandai oleh faksionalisme atau pembentukan golongan-golongan yang muncul berulang-ulang. Untuk membereskan situasi politik yang tidak diinginkan, Raja Yeongjo (r.1724-1776) akhirnya mengambil kebijakan yang tidak berpihak. 


Dengan demikian ia mampu memperkuat kembali kewenangan raja dan menciptakan stabilitas politik.

Raja Jeongjo (r.1776-1800) berhasil mempertahankan politik tidak memihak dan
mendirikan perpustakaan kerajaan untuk menyimpan dokumen-dokumen dan catatan-catatan kerajaan.


 
Lukisan yang menggambarkan sebuah geobukseon, yang dipercaya sebagai kapal
perang pertama di dunia yang dilapisi besi 

Ia juga memprakarsai reformasi-reformasi lain dalam bidang politik dan kebudayaan. Pada periode ini sistem Silhak berkembang pesat. Sejumlah cendekiawan terkemuka menulis karya-karya progresif yang menganjurkan dilaksanakannya reformasi-reformasi  dalam bidang pertanian dan kebudayaan, namun hanya sedikit pemikiran mereka yang diadopsi oleh pemerintah.

 

Pendudukan Jepang dan Gerakan Kemerdekaan

Pada abad ke-19, Korea merupakan "Kerajaan Pertapa,” yang bersikeras untuk tidak menuruti permintaan-permintaan dunia barat untuk membangun hubungan diplomatik dan perdagangan.

Seiring berjalannya waktu, beberapa negara Asia dan Eropa yang memiliki ambisi-ambisi imperialistik bersaing satu dengan yang lain untuk meraih pengaruh atas Semenanjung Korea. Jepang, setelah menang perang melawan Cina dan Rusia, secara paksa menganeksasi Korea dan mendirikan pemerintahan kolonial pada tahun 1910.

Pemerintahan kolonial membangkitkan semangat patriotisme bangsa Korea.
Kaum terdidik Korea dibuat marah oleh kebijakan resmi asimilasi yang diberlakukan oleh pemerintah Jepang, yang bahkan melarang pendidikan bahasa Korea di sekolah-sekolah Korea. 

Pada tanggal 1 Maret 1919, demonstrasi damai menuntut kemerdekaan menyebar
ke seluruh wilayah Korea. Aparat Jepang bertindak sangat keras terhadap para demonstran dan para pendukungnya serta membantai ribuan jiwa. Walaupun gagal, Gerakan Kemerdekaan 1 Maret ini menciptakan ikatan yang kuat di antara rakyat Korea berkaitan dengan identitas nasional dan semangat patriotisme mereka.

Gerakan ini bermuara pada didirikannya Pemerintah Sementara di Shanghai, Cina,
serta perjuangan bersenjata yang terorganisir melawan kaum kolonial Jepang di Manchuria.

Gerakan Kemerdekaan ini masih diperingati oleh masyarakat Korea tiap tanggal 1 Maret, yang akhirnya diresmikan menjadi hari libur nasional.

Selama masa penjajahan, ekploitasi ekonomi Jepang terhadap Korea terus berlanjut. Kehidupan bangsa Korea memburuk selama masa penjajahan sampai akhir Perang Dunia II tahun 1945.


 
Kim Gu, Presiden Pemerintah Sementara Korea di Shanghai

Berdirinya Republik Korea

Masyarakat Korea menyambut gembira kekalahan Jepang dalam Perang Dunia II.

Namun kegembiraan mereka tidak berlangsung lama. Pembebasan mereka tidak serta-merta membawa kemerdekaan yang telah diperjuangkan dengan keras oleh rakyat Korea.  Justru pembebasan ini berakhir dengan terpecahnya Korea oleh perbedaan-perbedaan ideologis yang disebabkan oleh munculnya Perang Dingin. 

Upaya-upaya rakyat Korea untuk mendirikan pemerintah yang independen tidak terlaksana karena pasukan Amerika Serikat menduduki bagian selatan Semenanjung Korea, sedangkan pasukan Uni Soviet menguasai bagian utara.

Pada bulan November 1947, Majelis Umum Perserikatan Bangsa bangsa (PBB)  menyepakati sebuah resolusi yang meminta diadakannya pemilihan umum di Korea
di bawah pengawasan sebuah Komisi PBB.

Akan tetapi, Uni Soviet menolak untuk mematuhi resolusi tersebut dan menolak masuknya Komisi PBB ke bagian paruh utara Korea.

Majelis Umum PBB kemudian membuat resolusi lain yang menuntut diadakannya pemilihan umum di wilayah-wilayah yang bisa dimasuki oleh Komisi PBB. Pemilihan umum pertama dilaksanakan pada tanggal 10 Mei 1948, di wilayah-wilayah di sebelah selatan garis lintang 38.

Garis lintang ini pada akhirnya membagi Semenanjung Korea menjadi Korea Selatan dan Korea Utara.

 
Pejabat-pejabat tinggi Pemerintah Sementara Korea di Shanghai berpose untuk
foto peringatan pada tahun 1945.

Syngman Rhee dipilih menjadi Presiden pertama Republik Korea pada tahun 1948. Sementara itu, di sebelah utara garis lintang 38, pemerintah komunis didirikan di bawah kepemimpinan Kim Il-sung.

Pada tanggal 25 Juni 1950, Korea Utara melancarkan invasi militer berskala penuh tanpa didahului oleh provokasi apapun ke Korea Selatan, yang kemudian memicu perang selama tiga tahun yang melibatkan Amerika Serikat, Cina, dan kekuatan-kekuatan asing lain.

Seantero Semenanjung Korea mengalami kehancuran karena konflik tersebut.
Gencatan senjata ditandatangani pada bulan Juli 1953.

Pembangunan ekonomi Korea yang berorientasi pada pertumbuhan dan didominasi
oleh ekspor sejak tahun 1960-an terjadi begitu pesatnya sehingga Korea memperoleh  julukan “"Keajaiban di Sungai Hangang”" pada tahun 1970-an.

Berikutnya, Seoul sukses menjadi tuan rumah Olimpiade ke-24 pada tahun 1988,
dan Korea bersama dengan Jepang menjadi tuan rumah pertandingan  final sepakbola Piala Dunia FIFA 2002.

Melalui peristiwaperistiwa ini, Korea telah berhasil menunjukkan pada dunia warisan budayanya yang kaya dan kecintaannya akan seni, serta teknologinya yang modern. Pada tahun 1950-an Korea masuk dalam daftar negara-negara miskin.

Kini, ekonomi Korea merupakan yang terbesar ke-13 di dunia, dan bangsa Korea
semakin yakin akan mampu menjadi pemimpin ekonomi global di milenium yang baru ini.

Republik Korea secara terus-menerus telah mengikuti jalan setapak menuju demokrasi yang matang dan sistem ekonomi yang didasarkan pada pasar. Meski sisa-sisa Perang Dingin masih tertinggal di Semenanjung Korea, Korea masa kini berada dalam posisi mantap untuk melaksanakan proses tinggal landas ekonomi yang baru.

Kedua bangsa Korea juga sedang berupaya menciptakan struktur perdamaian yang mampu bertahan lama di Semenanjung Korea serta menciptakan kemakmuran bersama antara Korea Selatan dan Korea Utara melalui perdamaian, rekonsiliasi, dan kerjasama.

Tabel Sejarah Korea



Sumber : http://idn.mofa.go.kr


Baca Juga :

No comments:

Post a Comment

Blogger Followers